Pernahkah terpikirkan olehmu tak akan ada hari esok untukmu, kau tak akan melihat mentari terbit dan bersinar, tak akan kau dengar lagi celoteh teman-teman, tak kau rasakan lagi hangatnya kebersamaan keluarga, tak akan ada cinta dan persahabatan lagi yang kau punya, dan tak ada lagi pekerjaan-pekerjaan menyita waktu sebab waktumu telah terhenti?
Kau sendiri kini, bersama sepi menanti dua malaikat-Nya yang akan mempertanyakan kehidupan selama nyawamu masih bersemayam dalam tubuh, mempertanyakan segala waktu dan nikmat yang diberikan-Nya untukmu. Siapkah kau menghadapi persidangan maha dahsayat di masa setelah kau mati?
Membicarakan tentang kematian memang sesuatu hal yang menakutkan, apalagi jika persiapan menghadipanya sangat minim bahkan nihil. Lalu, sudah sejauh mana kita mempersiapakan kematian kita? Kematian seperti apa yang kita inginkan? Tidak inginkah kita mati syahid menghadap-Nya dengan tersenyum bahagia bertemu dengan Sang Pemilik jiwa.
Seperti yang kita tahu, begitu banyak pejuang-pejuang Allah yang mati di tengah-tengah peperangan memeperjuangkan agama Allah. Masya Allah, mereka diperkenankan Allah menghadap-Nya dengan tersenyum, seolah-olah kematian adalah pertemuan dengan kekasih-Nya, ya Allah. Sebut saja Abdullah Hasan Al Banna yang tersenyum setelah mati syahid (insya Allah) ditembak militer pimpinan Jenderal As Sisi pertengan Juni tahun lalu. Bagaimana dengan kita? Akankah kita berpulang dengan keadaan tersenyum? Inginkah kita?
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah dikatakan ada enam keistimewaan seseorang yang mati dalam keadaan syahid, yaitu: Allah mengampuninya sejak awal, diperlihatkan tempat tinggalnya di surga, dihindarkan dari siksa kubur, bebas dari ketakutan terbesar (pada hari Kiamat), sebuah mahkota keagungan diletakkan di atas kepalanya dan sebutir permata dalam mahkota tersebut lebih baik daripada kesenangan dunia dan seisinya, disandingkan dengan 72 bidadari sebagai istrinya, dan diberi wewenang memberi syafaat kepada 70 orang kaum kerabatnya.
Jika kita lihat dari hadist di atas, dapat kita simpulkan seseorang yang mati syahid dan tersenyum saat itu ia diperlihatkan tempat tinggalnya di surga dan ia pun berbahagia. Kebahagian yang luar biasa saat menyambut maut memancar dalam wajah dan mengembangkan bibirnya. Ya, ia tersenyum. Itulah pertanda ia mati dalam keadaan husnul khatimah.
Bagaimana dengan yang mati dalam keadadaan su'ul khatimah? Kebalikannya dari mereka yang mati syahid, kita hanya akan melihat-tubuh-tubuh tak bernyawa yang kosong dan hampa, mereka terkesan melotot dan menunjukkan kesedihan. Wajah mereka tampak seperti ketakutan, takut akan siksa. Sebab, ya mereka memang benar-benar sangat tersiksa saat sakaratul maut tiba, tak mudah bagi mereka melewatinya, pedih. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS Al-Kahfi ayat 103-104).
Wallahu a’lam bish shawab.